Senin, Februari 16, 2009

S'perti Bapa yang Baik

“S’PERTI BAPA YANG BAIK”
WAHYU 1:4 – 8
Pendahuluan:
Judul renungan ini merupakan penggalan sebuah lagu yang berkisah tentang Yesus yang adalah Bapa yang baik.

Bersyukur selalu bagi kasihMu di dalam hidupku
Dan takkan ku ragu atas rencanaMu ‘tuk masa depanku
S’bagai Bapa yang baik,,takkan pernah Kau melupakanku
S’bagai Bapa yang sangat baik, takkan pernah Kau meninggalkanku
Refrein:
Ku ‘kan menari dan bersuka karnaMu oh Yesusku
Dan ku ‘kan minum airMu bagai rusa rindu selalu
Kuhidup dalamMu dan hidupMu di dalamku
Oh Yesusku.., Kau sangat kucinta

Lagu ini populer dikalangan gereja-gereja dan dinyanyikan oleh segala tingkatan usia. Mulai dari orang tua, ibu, bapak remaja sampai sekolah minggu. Seluruh orang percaya sama-sama mengakui bahwa Yesus adalah Bapa yang baik, dan figur Yesus sungguh-sungguh telah menjadi idola.
Renungan ini mengajak kita para bapak untuk berpikir, sudahkah anak-anak kita menyanyikan lagu ini dan menemukan figur Bapa yang baik dalam kehidupan kita. Kira-kira seperti apa pendapat anak-anak tentang diri kita, atau pandangan istri tentang kita; pandangan rekan kerja, atasan atau bawahan terhadap kita. Sudahkah kita menjadi figur yang baik bagi sesama, menjadi pribadi yang menyenangkan dimana saja kita berada? Melalui renungan ini, ada ajakan bagi kita untuk kembali menjadi “S’perti Bapa yang baik”. Pembacaan Alkitab hari ini memberi tuntunan untuk menjadi “S’perti Bapa yang baik”. Renungkanlah beberapa pokok pikiran berikut:
1. Tidak dipengaruhi Keadaan (ay. 4 b dan 8)
dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, ... "Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."
Dua kali Yohanes menuliskan tentang keberadaan Yesus yang tidak berubah. Pengulangan ini tentu saja penting untuk diperhatikan. Yohanes menghadirkan profil Yesus sebagai Bapa yang tidak berubah, tidak dipengaruhi oleh apapun, tidak dapat dikuasai oleh perubahan. Oleh sebab itu Ia tetap menjadi Bapa yang baik. Sejak dari zaman permulaan alam semesta, Yesus sudah hadir sebagai pribadi yang setia; bahkan ketika ia harus digantung di atas kayu salib, Ia tetaplah Yesus yang setia, sampai sekarang pun Ia tetaplah Yesus yang sama. Sungguh layaklah Ia menjadi Bapa yang baik.
Tantangan sekaligus ajakan bagi kita sekarang ini adalah sudahkah kita menjadi bapa yang setia, tidak berubah, tidak dipengaruhi keadaan dan tidak dikuasai perubahan dalam praktek hidup kita. Ataukah kesetiaan kita kepada keluarga, istri dan anak begitu cepat berubah ketika menghadapi tekanan, pergumulan atau permasalahan. Ketika hati sedang mood kita sangat dekat dengan keluarga, tetapi ketika hati tidak mood kita mudah terbawa emosi, ringan tangan, dll. Sehingga tanpa kita sadari bibit-bibit kebencian sedang ditanam dalam hati anak-anak kita. Akhirnya mereka kehilangan figur Bapa dan terjerumus dalam kesenangan dunia.

2. Terus menyatakan Kasih
Dunia mengenal kasih sebagai tindakan balasan atau menuntut balasan. Artinya ketika kasih diterapkan maka harapannya adalah ada balasan/respon yang sama juga. Demikianlah dunia mempraktekan kasih “jikalau” ada keuntungan dari mempraktekan kasih itu. Sehingga dalam prakteknya begitu banyak dijumpai pemberiaan baik dengan pamrih tertentu seperti misalnya dalam kasus suap. Dalam bacaan Alkitab hari ini ayat 5,6 menegaskan bahwa:
Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya -- dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan
Tuhan Yesus dalam mengasihi kita dengan kasih Agape atau kasih “walaupun”. Maksudnya:
Dia mengasihi kita “walaupun” kita lalai mengasihi-Nya
Dia agape terhadap kita “walaupun” kita lalai agapa terhadap Dia
Dia agape dan melepaskan kita dari dosa “walaupun” kita sering kembali dalam kubangan dosa.
Dia agape dan memasukan kita dalam kerajaan-Nya yang mulia “walaupun” kita sering kembali mengikuti hawa nafsu dunia
Karena kasih agape inilah menjadikan Tuhan Yesus layak diakui sebagai Bapa. Dan Dialah Bapa kita yang sebenarnya.
Tantangannya adalah sudahkah kita mengasihi keluarga, istri dan anak-anak, seperti Yesus mengasihi anak-anak-Nya; dan menjadi Bapa bagi mereka. Terkadang kita sebagai Bapa salah dalam memberikan kasih kepada anak-anak. Kasih kadang-kadang dipahami hanya sebatas pemenuhan kebutuhan materi. Penting bagi kita untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi ada hal paling penting yang tidak dapat dilupakan yaitu hal-hal yang bersifat rohani seperti pengampunan,kasih mesra, empati dll.
Terkadang kita lalai dan akibatnya anak-anak atau keluarga kita menemukan “kasih” diluar rumah yang cenderung merusak. Mari kita menyatakan kasih kepada keluarga karena kasih menjadikan kita sungguh-sungguh sebagai bapa.

3. Tetap menjadi Teladan
Pernahkah bertanya pada anak kita, siapa kira-kira tokoh favoritnya? Mungkin ia dengan lebih mudah menyebutkan tokoh kartun, artis, pahlawan kemerdekaan. Pada bagian ketiga ini kita akan berbicara tentang keteladan. Maksudnya: penting bagi kita untuk menempatkan diri sebagai idol bagi anak-anak kita.
Pada ayat lima dan enam kita menemukan bahwa tujuan Allah mengasihi kita adalah agar kita menjadi imam bagi Allah. Dalam konteks keluarga kita adalah imam bagi mereka, sebab tanggung jawab kita bukan hanya sekedar memberi nafkah, memenuhi kebutuhan materi, tetapi mampu menjadi cerminan kehadiran Allah. Dengan perkataan lain figur Tuhan Yesus sebagai Bapa haruslah mampu kita terjemahkan dalam kehidupan rumah tangga, sehingga suasana rumah tangga akan mencerminkan kehadiran Tuhan Yesus.
Dalam ibadah bangsa Israel, imam merupakan sarana yang menjembatani umat untuk datang kepada Allah; yang dalam ritualnya, apa yang dilakukan imam harus diikuti oleh umat. Contoh kongkrit masih dapat dilihat dalam pola ibadah agama Islam. Dalam prakteknya, sudahkah kita menjadi imam yang mampu menjembatani keluarga kita untuk mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan Yesus. Dalam pengertian suasana yang berkembang dalam rumah mencerminkan damai sejahtera Allah. sudahkah pula kita menjadi imam, yang dapat menjadi frame bagi seluruh anggota keluarga dalam bersikap dan berinteraksi.
Penutup:
Marilah kita merenungi kehidupan kita, apakah kita sudah sungguh-sungguh menjadi “s’perti Bapa yang baik” bagi istri, anak-anak, keluarga, tetangga? Jangan biarkan ada figur lain yang merampas peran kita sebagai bapa dalam rumah tangga kita. Marilah kita berusaha menjadi “s’perti Bapa yang baik” dengan jalan 3 T, yaitu:
1. Tidak dipengaruhi Keadaan
2. Terus menyatakan Kasih
3. Tetap menjadi Teladan
Tuhan akan menolong kita menjadi “s’perti Bapa yang baik”, Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar