Kamis, Februari 19, 2009

Hukum dan Kasih

HUKUM ITU PENTING
TETAPI YANG TERUTAMA ADALAH BELAS KASIH
Matius 23:23-24

Ketika kepada kita diajukan pertanyaan: “Mengapa hukum itu penting?” Mungkin ada yang menjawab: “Hukum penting untuk menunjukan perbedaan antara salah dan benar”. Ada benarnya juga, tetapi jawaban ini memberi indikasi bahwa pelanggaran muncul karena adanya hukum. Itulah pola pikir orang Yahudi yang menjadi latar belakang pembacaan Alkitab hari ini. Mereka adalah kelompok orang yang menciptakan hukum, tetapi menjadikan hukum tersebut sebagai penutup pelanggaran mereka. Hukum diciptakan agar mereka memperoleh penghormatan sebagai manusia; padahal sebenarnya kemanusiaan kita adalah perpaduan antara ketaatan pada hukum dan menjalaninya dengan penuh belas kasihan. Perenungan ini akan membawa kita pada kesadaran bagaimana menjadi manusia seutuhnya dalam dua dimensi sekaligus, yaitu menjadi manusia yang sadar dan taat hukum, sekaligus manusia yang jalan hidupnya penuh dengan belas kasih. Oleh karena itu, mari perhatikan beberapa prinsip berikut:
1. Hukum menuntut pelaksanaan, tapi belas kasih diperkaya oleh pemberian.
Hukum Taurat berisi petunjuk hidup manusia dihadapan Allah. Adanya Hukum Taurat diharapkan manusia dapat melihat kemuliaan Allah da memancarkan kemuliaan yang sama dalam hidupnya setiap hari. Bukanlah Musa setelah menerima 10 hukum Tuhan dari atas bukit, mukanya terlihat bersinar-sinar. Artinya Allah sebenarnya memiliki kepentingan khusus dengan hukum Taurat, yaitu agar manusia yang kehilangan gambar diri Allah, menjadi pribadi yang mampu memancarkan kembali kemuliaan Allah akibat dari pelaksanaan hukum tersebut. Dalam hal ini hukum Taurat menjadi berfaedah ketika dilaksanakan dalam hidup setiap hari, dan memang hukum barulah menjadi bermakna ketika ia dilaksanakan.
Permasalahannya ternyata para tokoh agama ini justru menjadikan hukum Taurat sebagai alat untuk melindungi kemuliaan diri mereka. Praktisnya dengan hukum ini mereka makin memperkaya diri melalui penistaan akan nilai-nilai keadilan, belas kasihan dan kesetiaan. Jadi marilah kita mengembalikan fungsi utama dari hukum sebagai sarana mempermuliakan Tuhan. Pertanyaannya dengan apakah kita mempermuliakan diri kita? Ingat prinsip ini: “Manusia barulah sungguh-sungguh menjadi manusia ketika ia telah memanusiakan manusia lainnya.” Kalau masih sulit, mari kita buat rumusan sederhana lainnya: “Seseorang sungguh-sungguh menjadi kaya ketika ia sudah sanggup mengkayakan orang lain.” Jadi tepatlah point pertama di atas bahwa: “Hukum menuntut pelaksanaan, tapi belas kasih diperkaya oleh pemberian.”

2. Hukum memberi batasan, tapi belas kasih melampaui batas apapun.
Secara sederhana kita mengenal hukum sebagai norma atau aturan atau rambu-rambu. Misalnya saja lambang huruf S yang dicoret, maka secara simbolik kita tahu artinya dilarang Stop/berhenti. Dengan demikian melalui hukum manusia dibatasi pergerakannya. Apakah hal ini dengan kontras dengan Hak Asasi Manusia, yang menjamin bahwa kita adalah manusia yang bebas? Tentu saja tidak karena pembatasan ini bertujuan agar kita tidak menjadi semena-mena dengan hak-hak orang lain. Memang hukum sepertinya menjadi pembatas bagi kita, tetapi pembatas ini berfungsi sebagai penjaga hak-hak kebersamaan. Ingatlah bahwa dalam setiap hak-hak yang kita miliki terdapat juga hak-hak orang lain.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita menggunakan hak-hal kita tanpa dibatasi oleh hak orang lain? Satu-satunya cara adalah dengan melaksanakan hak-hak kita dengan belas kasihan. Kalau berbicara mengenai hak, itu berarti kita sedang berbicara tentang kepentingan. Dengan demikian hak pribadi = kepentingan pribadi, jelas saja inilah yang dibatasi oleh hukum. Dengan demikian marilah kita mulai menggunakan hak kita dengan belas kasihan, karena belas kasihanlah yang membuat tidak ada lagi pembatasan atas hak-hak kita. Jadikanlah kasih, pemberian, perhatian, pengampunan, keadilan kepada orang lain sebagai hak kita, maka secara bersama-sama kita akan menjadi komunitas masyarakat yang tidak lagi dibatasi oleh hukum.
3. Hukum itu buatan manusia, tapi belas kasih memanusiakan manusia.
Masing-masing manusia memiliki keinginan dan kepentingannya sendiri. Oleh karena itu hukum ada agar tidak ada orang yang terlindas oleh keinginan dan kepentingan orang lainya. Jelaslah bahwa hukum adalah produk manusia untuk menjaga keinginan dan kepentingan kemanusiaan. Dengan adanya hukum diharapkan tidak ada lagi penindasan, kesewenang-wenangan, perampasan hak, dll. Mari perhatikan keadaan sekarang, apakah jauh lebih baik, lebih buruk atau tidak pernah lebih? Mungkin ada yang menjawab jauh lebih baik; ini adalah jawaban dari para pembuat hukum. Ada lagi yang menjawab jauh lebih buruk; mereka adalah orang-orang yang selalu terzolimi oleh hukum. Sedangkan orang yang tidak peduli dengan hukum tidak akan peduli dengan apa yang terjadi baik sebelum atau setelah adanya hukum. Kalau begitu bagaimana caranya kita memanusiakan kemanusiaan kita?
Cara yang paling tepat adalah dengan belas kasihan, karena melalui belas kasihan kita akan menjadikan kemanusiaan kita menjadi semakin bermakna. Bukankah kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan. Jadi marilah kita menjadi manusia yang saling memanusiakan karena kita saling berbelas kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar