Minggu, April 19, 2009

Ringkasan Buku Runtut Pijar

Ringkasan buku


Judul : Runtut Pijar
Penulis : Tony Lane
Penerbit : Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001 (edisi revisi)

Dewan Gereja-gereja se-Dunia
Diresmikan di Amsterdam tahun 1948 merupakan wakil dari 147 gereja dari 44 negara, yang didorong oleh konferensi pekabaran Injil se-Dunia tahun 1910, yang diadakan di Edinburgh. Beberapa topok yang dibahas didalamnya adalah, iman dan tata gereja yang berusaha menyatukan kembali aliran-aliran dalam agama Kristen. Kehidupan dan pekerjaan adalah gerakan yang melihat iman Kristen dari kacamata sosial, ekonomi dan politik, serta Dewan Pekabaran Injil International.samapi saat ini semua gereja-gereja Kristen penting telah menjadi anggota dari Dewan gereja-gereja se-Dunia, kecuali gereja Roma Katholik serta beberapa kelompok Evangelikal.
Beberapa sidang raya yang dihasilkan antara lain, Amsterdam (1948) tentang persekutuan gereja-gereja yang menerima Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat. Evanston (1954), pekabaran Injil dinyatakan sebagai membawa orang kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan, dan menggabungkan mereka dengan gereja yang utuh untuk mencapai maksud Allah.
Upsala (1969), memberikan tekanan pada dimensi horisontal, yaitu pendamaian diantara umat manusia. Nairobi (1975), mulai memadukan antara dimensi horisontal dan dimensi vertikal, yang menghasilkan rumusan tentang seluruh gereja yang membawa seluruh Injil kepada pribadi seluruhnya di seluruh dunia. Seluruh Injil berarti pendamaian dengan Allah dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam memperjuangkan keadilan dan harkat manisia. Misi adalah pengakuan akan Yesus Kristus dalam kata dan perbuatan.
Vancouver (1983), memandang bahwa gereja seharusnya menjadi saksi Kristus bagi orang-orang yang sudah beragama maupun belum, disisi lain ditegaskan juga bahwa Allah hadir dan berkarya ditengah-tengah masyarakat yang beriman lain. Canbera (1991), sesuai dengan temanya yaitu Datanglah Roh Kudus - Baharuilah seluruh ciptaan, maka sidang raya ini lebih memikirkan masalah-masalah yang berkaitan dengan klonsep Roh Kudus.
Sejak tahun 1968 dimensi sosial injil menjadi pokok yang paling eksplosif dalam agenda dewan gereja-gereja se0-dunia. Namun hasil keseluruhan perdebatan adalah usaha serius dari semua pihak untuk mengemabngkan kebulatan konsep dari pengutusan dan penyelamatan serta menghindari kesalahan masa lampau untuk menafsirkannya dalam pengertian yang individual dan spiritual semata-mata.

Marthin Luther King (impian keadilan)
Lahir di Atlanta tahun 1929 berasal dari keluarga pendeta baptis, yang akhirnya membawa ia untuk menjadi pendeta baptis pada 1954. ia menempuh pendidikan akademisi sampai jenjang doktor di Boston University. King menjadi pemimpin gerakan-gerakan hal sipil, yang ditunjang dengan bakat pidato. Dalam aksinya tidak menggunakan kekerasan, yang nerupakan akibat penohohan terhadap Gandhi.
Usaha kerja kerasnya mendapat dukungan aktif dari Kennedy dan Johnson, yang mengakibatkan kongres Amerika Serikat tahun 1964 mengesahkan undang-undang hak sipil. Pada tahun yang sama King mendapat hadiah nobel untuk perdamaian, walaupun itu semua harus dibayar mahal dengan kematiannya pada tahun 1968, ketika ia mati tertembak oleh pembunuh kulit putih di Memphis.

Kosuke Koyama (Allah dalam kebudayaan yang hening)
Lahir di Tokyo tahun 1929, menyelesaikan doktor tahun 1959 dari Princeton Theological Seminary. Karir pelayanannya dimulai tahun 1961-1969 ketika ia menjadi misionaris di Thailand. Ia terkenal dengan karya Water-buffalo Theology (teologi kerbau) yang diterbitkan tahun 1974, sebagai bagian dari usaha pelayanananya di Thailand. Ia berusaha menemukan formula untuk dapat menyampaikan “Allah” dalam konteks budaya setempat.
Tahun 1979 ia menerbitkan Three Milian Hour God (Allah berkecepatan tiga mil perjam), sebagai suatu kumpulan telaah Alkitan dalam konteks Asia Tenggara, ia berusaha membandingkan efisiensi segera dari teknologi modern dengan cara Allah mengajar umatNya. Dikelas kita mengajar teori sedangkan Allah mengajar melalui pengalaman kehidupan yang sebenarnya.
Baru-baru ini ia menerbitkan Mount Fuji and Mount Sinai (gunung Fuju dan gunung Sinai), yang merupakan usahanya untuk mengaitkan antara pengalaman historis dengan Jepang sejak tahun 1945 dan teologi salib, yang pada akhirnya ia menemukan kesimpulan bahwa kita berpihak pada penciptaan dan bukan penghancuran. Tidak ada kata terakhir tentang dunia dan nasib, sebab keduanya adalah milik Allah, yang pada akhirnya memberikan kesanggupan kepada kita untuk membedakan antara Allah dan dewa-dewa, antara nabi sejati dan nabi palsu.

John Mbiti (bukan kekristenan import)
Lahir tahun 1931 di Kitui, Kenya, Afrika. Dibesarkan dalam gereja pedalaman di Frika yang merupakan hasil dari pelayanan misi Afrika pedalaman.berhasil meraih gelar doktor tahun 1963 di Universitas Canbridge dengan disertai New Testament Thology in an African Backgroud (teologi perjanjian baru dengan latar belakang Afrika). Karena ketidak puasan dengan gereja Afrika, ia kemudian bergabung dengan gereja Anglikan. Seorang teolok afrika yang banyak menghasilkan karya, antara lain: penelaahan Alkitab, tradisi agama Afrik pra-Kristen dan perjumpaannya dengan iman Kristen, kebudayaan dan teologi Afrika, selain itu ia juga sangat kristis dengan usaha penginjilan di Afrika.
Ia mempelajari kebudayaan Afrika bukan hanya sebagai riset antroplogi tetapi lebih berfokus pada tugas teologisnya. Yang menjadi dasar penolakannya terhadap kekristenan import adalah pembedaanya antara Injil dan iman Kristen. Kekristenan adalah hasil akhir dari kedatangan injil ditengah-tengah kelompok budaya masyarakat yang memberi respon terhadap Injil dengan iman.
Baginya Injil melewati dan menemukan jalan masuk melalui budaya, sebab itu Injil tidak membuang kebudayaan. Injil tidak menolak kebudayaan tetapi malah mengubahnya. Injilk masuk dalam budaya dan mengambil alih ketika kebuadayaan sudah sampai pada titik klimaksnya. Orang Kristen bergerak dengan kebudayaannya sebagai barang bawaan menuju tujuan eskatologis dari Injil.

Teologi Pembebasan (orang-orang Kristen dari Revolusi)
Sebagai negara adikuasa yang dikuasai oleh kelompok elit yang berkuasa menyababkan Amerika menjadi negara kaya yang penduduknya melarat. Amerika latin tidak hanya terkebelakang tetapi juga tertindas oleh rezimnya sendiri. Analisa ini muncul dalam konfrerensi para uskup Amerika Latin II di Medelin, Kolombia (1968). Dalam menghadapi rezim seperti ini, para uskup menyadari akan bahaya yang akan muncul apabila menggunakan cara kekerasan.
Ada begitu banyak tokoh-tokoh yang bergerak dalam teologi pembebasan antara lain adalah Camillo Torres yang merupakan aktifis pertama sekaligus menjadi marthir pertama, karya tulis yang semapat ia hasilkan antara lain adalah A Theology of Liberation (teologi pembebasan) 1971. We Drink from our own wells (kami minum dari sumur kami sendiri) 1983. tkoh-tokoh lainnya adalah Leonardo Boff seorang Fransiskan dari Brasil, Jon Sobrino seorang Yesuit Spanyol. Selain itu mereka juga memiliki tokoh-tokoh negarawan sekaligus aktivis dan teolog seperti, Oscar Romero uskup agung San Salvador. Uskup agung Helder Camara dari Brasil.
Beberapa inti pengajaran teologi pembahasan menurut versi ajaran Gutierrez, adalah, teologi pembebsan tidak dapat dilihat sebagai teologi universal. Teologi pembebasan bukan merupakan tema baru dalam berteologi, tetapi merupakan jalan yang baru untuk berteologi. Teologi pembebsan bangkit dari analisa terhadap situasi. Pada akhirnya teologi pembebasan mendapat tanggapan dari Vatikan pada tahun 1984 dengan menerbitkan Instruction Certain Aspects oh the Theology of Liberation (instruksi mengenai aspek-aspek tertentu teologi pembebasan). Melalui dokumen ini gereja dituntut untuk berpihak kepada orang-orang miskin dan mendesak orang Kristen untuk memperjuangkan keadilan, kebebasan dan martabat manusia. Walaupun dari dokumen tersebut dihasilkan juga beberap sikap kristis dari pihak Vatikan terhadap pergerakan kaum teolog teologi pembebasan.

Kongres Lausanne (1974)
Kongres Lausanne merupakan pertemuan evangelical penting yang diadakan dari 150 negara dengan mengrim wakil secara keselutuhan yang berjumlah 3000 peserta, dengan tema sentral Biarkan bumi mendengar suaraNya. Kongres ini menghasilkan perjanjian yang bernama Lausanne Covenant (perjanjian Lausanne). Perjanjian ini merupakan pengakuan iman dengan jangkauan luas, yang paling banyak mewakili pendapat dari peserta dan mewakili pernyataan berwibawa dari kelompok evangelical, yang tetap berfokus pada usaha penginjilan sedunia sampai Kristus datang kembali kedunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar