Minggu, Maret 08, 2009

Ini Sepatu Siapa?

Sepatunya Siapa?

Menyoal Maraknya Pelemparan Sepatu


Sepatu adanya di kaki, ada sepatu olahraga, sepatu resmi,sepatu santai bahkan sepatu sandal. Model dan ragamnya pun bermacam-macam. Ia selalu berada di bawah untuk menjadi alas, sehingga keberadaannya kurang begitu dilirik orang. Semahal apapun sepatu ia tetap saja menjadi alas, tidak soal apakah import atau lokal; lama atau baru, murah atau mahal. Namanya juga sepatu. Berbicara mengenai sepatu, kita sontak teringat kisah klasik tentang seorang pangeran yang sedang mencari cinta lewat sepatu. Bagaimana caranya? Ia menjadikan sepatu sebagai ukuran wanita yang paling pantas baginya. Singkatnya, secara filosofis sepatu adalah ukuran. Ukuran cinta sang pangeran terhadap calon istrinya. Itu dari kisah klasik, tetapi dalam dunia kepemimpinan pun sepatu saat ini sudah menjadi ukuran. Ukuran atau takaran apakah seseorang disukai atau tidak gaya managemen kepemimpinannya.
Berita okezone.com hari ini (7 maret) merilis berita bahwa pak presiden Ahmadinejad, presiden vocal dari Iran, baru saja dilempar sepatu ketika konvoi kendaraannya melewati kerumunan masa. Situs Iran Urumiye dan dikutip Guardian, Jumat (6/3/2009), Ahmadinejad saat itu sedang berada di mobil atap terbuka. Kunjungannya ke kota itu untuk berceramah di sebuah stadiun lokal. Pihak kepolisian sempat melakukan pengejaran terhadap pelaku pelemparan namun gagal menemukannya karena banyaknya orang saat itu.
Sebelumnya juga mantan presiden Bush juga pernah mengalami hal serupa. Hanya bedanya lemparan sepatu dilakukan oleh seorang wartawan secara terang-terangan pada saat Bush sedang konfrensi pers. Respon Bush? Berapa ukuran sepatu tadi yah? Ujarnya tertawa. Bedanya lagi, berita tersebut langsung mendunia, disebarkan secara luas, karena memang banyak orang, yang udah terlanjur tidak menyukai presiden Bush saat itu. Ketidak sukaan ini terkait penyerangan Amerika ke dunia Arab dalam rangka isu terorisme.
Demikianlah lempar sepatu menjadi cara menunjukan ketidak sukaan terhadap pemerintahan, bahkan lebih dari pada itu, lempar sepatu menjadi alat ukur kepemipinan seseorang disukai atau tidak. Pada akhirnya kepemimpinan menjadi sangat relative, menjadi urusan suka tidak suka. Lepas dari persoalan suka atau tidak suka. Marilah meletakkan sepatu kembali ke posisinya, yaitu sebagai alas. Alas untuk melangkahkan kaki lebih mulus. Alas bagi kaki yang mau bekerja bersama-sama. Alas bagi setiap kaki pemimpin agar ia berjalan dengan baik. Alas bagi kaki yang dipimpin supaya bisa bekerja dengan lebih baik. Alas bagi kaki rakyat supaya bisa berjalan dengan lebih nyaman sampai pada tujuan.
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, tulisan ini sengaja penulis angkat sebagai refleksi bagi para pemimpin dan seluruh rakyat. Dalam kondisi apapun perjalanan politik yang bisa saja sulit dan berselimutkan musuh (baca, musuh dalam selimut) janganlah jadikan sepatu sebagai alat ukur, sebab ketika sepatu sudah menjadi alat ukur, maka semuanya hanyalah mempertimbangkan factor suka atau tidak suka. Marilah kita tempatkan sepatu pada tempat asalinya, yaitu sebagai alas. Alas bagi setiap kaki yang ada dalam kebersamaan kerja ditengah perbedaan partai, kesatuan visi ditengah perbedaan fungsi dan keindahan cinta ditengah panasnya persaingan. Jadi marilah kita semua bersepatu, sehingga tidak perlu muncul pertanyaan: Ini sepatu siapa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar